31 Mei 2010

MEMILIH JENIS KELAMIN ANAK, MUNGKINKAH?

Ada beberapa metode kedokteran untuk memilih janis kelamin secara medis antara lain :


1. Diet
Seorang ibu berkesempatan lebih besar mendapat anak laki – laki bila mereka meningkatkan asupan nutrisinya sebelum konsepsi. Konsumsi sereal untuk sarapan juga berhubungan kuat dengan kecenderungan mendapat anak laki – laki. Hal ini terjadi karena pada penelitian in vitro, glukosa meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan janin laki – laki dan menginhibisi yang wanita.

2. Teori Akihito
Disebut demikian karena konon yang menemukan adalah kaisar Jepang Hirohito. Lalu sang putra mahkota, Akihito, menerapkan teori ini dan berhasil mendapatkan 2 putra dan 1 putri, sesuai dengan keinginannya. Pada intinya teori ini berdasarkan pada penghitungan masa ovulasi (pengeluaran sel telur) istri. Seperti diketahui, laki-laki dalam hal ini sel sperma ada yang memiliki kromosom seks jenis X dan Y. Sedangkan wanita punya 2 kromosom seks yang sama yaitu X dan X. Bila dalam berhubungan intim, sperma X membuahi sel telur maka terjadilah pertemuan kromosom X dengan X, sehingga yang didapat adalah bayi perempuan (XX). Sebaliknya bila sperma Y yang membuahi sel telur, maka kromosom Y akan bertemu kromosom X sehingga akan mendapat bayi laki-laki (XY). Jadi intinya, anak laki-laki bisa diperoleh jika sperma Y lebih dulu membuahi sel telur. Sedangkan untuk mendapatkan anak perempuan maka sperma X yang harus lebih dulu membuahi sel telur. Hasil penelitian juga menunjukkan masing-masing kromosom memiliki karakter sendiri-sendiri. Sperma Y berbentuk bundar, ukurannya lebih kecil atau sekitar sepertiga kromosom X, bersinar terang, jalannya lebih cepat, dan usianya lebih pendek serta kurang tahan dalam suasana asam.Sedangkan sperma X ukurannya lebih besar, berjalan lamban, bentuknya lebih panjang, dan dapat bertahan hidup lebih lama serta lebih tahan suasana asam. Dari data itu bisa disimpulkan jika ingin memperoleh anak laki-laki maka hubungan intim harus dilakukan bertepatan atau segera setelah terjadi ovulasi (saat keluarnya sel telur dari indung telur atau masa subur). Dengan begitu, sperma Y yang masuk ke dalam rahim dapat langsung membuahi sel telur. Sedangkan untuk mendapatkan anak perempuan, hubungan intim sebaiknya dilakukan sebelum ovulasi terjadi. Misalnya, ovulasi diperkirakan terjadi pada tanggal 10. Oleh karena itu, hubungan intim sebaiknya dilakukan 3 hari sebelumnya, sehingga pada saat ovulasi terjadi tinggal sperma X yang masih hidup dan membuahi sel telur. Metode ini memang tidak praktis karena pasangan harus tahu saat tepat berlangsungnya ovulasi. Padahal untuk mengetahui hal itu seorang wanita harus mengukur suhu basal tubuhnya selama 3 bulan berturut-turut. Proses pengukurannya pun tidak boleh salah, yakni dengan meletakkan thermometer khusus di mulut setiap pagi sebelum turun dari tempat tidur. Ada beberapa syarat lain, seperti suhu ruang harus normal dan wanita tidak dalam keadaan sakit. Lalu, hasil pengukuran itu dicatat dalam sebuah tabel. Bila suatu hari, suhu tubuh menunjukkan peningkatan dibanding suhu basal, berarti saat itulah ovulasi sedang terjadi. Sayangnya, bagi wanita yang siklus haidnya tidak teratur, hal ini tentu sulit dilakukan. Keakuratan metode ini juga rendah karena biar bagaimana pun kita tidak tahu apakah sperma X atau Y yang berhasil membuahi sel telur.

3. Shettles ( Dr. Landrum Shettles & David Rorvik )
Methode ini berdasarkan pada gerak sperma. Sperma yang memiliki kromosom Y (laki – laki), bergerak lebih cepat dibandingkan sperma yang memiliki kromosom X (perempuan).Menurut Shettles, methode ini lebih efektif untuk memiliki anak laki – laki. Efektifitasnya 75 %. Jika melakukan hubungan seks saat ovulasi akan melahirkan anak laki-laki, jika hamil dan jika melakukan hubungan seks 2-3 hari sebelum ovulasi akan melahirkan anak perempuan.

4. Whelan ( Elizabeth Whelan ScD )
Whelan menyatakan, jika menginginkan anak laki – laki, maka lakukan hubungan seks sebelum Suhu Basal Tubuh naik ( 68 % ) dan jika ingin bayi perempuan, agar menahan diri untuk tidak melakukan hubungan seks 2 – 3 hari sebelum ovulasi ( 56 % ).

5. Usia orangtua
Usia orangtua juga mempengaruhi rasio seks primer dan Manning (1997) melaporkan adanya pasangan dengan perbedaan usia yang jauh memiliki lebih banyak keturunan anak laki – laki. James (1986) berteori bahwa hal ini mungkin terjadi karena stress tingkat tinggi pada masyarakat kota yang meningkatkan sekresi kortikotropin sehingga mengstimulasi sekresi androgen adrenal ibu lalu terjadi hasil konsepsi menuju laki – laki.

6. Dominansi maternal
Hipotesa dominansi maternal berasal dari hasil pengamatan bahwa wanita yang lebih dominan dari wanita lainnya cenderung mendapat anak laki – laki. Baik pada binatang maupun manusia, dominansi adalah ciri karakteristik atau kepribadian yang dipengaruhi oleh hormon testosteron dan responsif terhadap perubahan lingkungan seperti fisik, sosial dan psikologis.

7. Inseminasi buatan
Sperma ditampung dalam gelas, kemudian disaring dengan media khusus yang kekentalannya berbeda untuk memisahkan sperma dengan semen. Sperma X akan lebih cepat mencapai bawah karena BM nya besar dan sperma Y akan lebih cepat bergerak keatas. Sperma yang telah dipisahkan diambil dan kemudian dilakukan inseminasi saat ovulasi. Penyebab rendahnya tingkat kehamilan pada wanita usia lanjut yang menjalani inseminasi buatan adalah karena peningkatan insidens kejadian abnormalitas kromosom pada embrio. Kebanyakan embrio dengan kromosom abnormal tidak tumbuh samapi cukup bulan. Dengan skrining genetik preimplantasi, tingkat kelahiran hidup pada wanita ini juga meningkat.

a. Ericsson ( Dr. Ronald Ericsson )
Methode Dr. Ronald Ericsson terbukti paling berhasil dalam merencanakan jenis kelamin anak. Sperma disaring dengan larutan protein ( albumin ) untuk memisahkan sperma pembawa kromosom X dan Y. Pemisahan ini juga bisa dilakukan dengan centrifuge, berdasarkan perbedaan ukuran sperma. Sperma yang berat ( X ) dibawah dan yang lebih ringan (Y) diatas.

b. MicroSort
Microsort pertama kali diuji klinis pada tahun 1993 dan dipakai luas untuk pasangan pada tahun 1996. Dasarnya adalah bahwa sperma X lebih berat daripada sperma Y. Sampel sperma ditandai dengan materi berflouresensi terikat kromosom. Karena kromosom X lebih besar, maka menyerap lebih banyak zat warna sehingga tampak lebih terang bila dilihat di bawah iluminasi laser. Sebuah elektroda dengan kutub positif dipasang pada kromosom X yang lebih terang dan yang negatif dipasang pada kromosom Y yang kurang terang. Sperma yang telah dipisahkan ke masing – masing penampung yang berbeda lalu dipilih untuk fertilisasi ovum.

c. Metode Spin
Metode ini berdasar berat sperma kromosom X. Semen disentrifus. Kromosom X yang lebih berat akan mengendap pada dasar tabung. Kromosom Y diperoleh di bagian tengah tabung. Tingkat kesuksesan mencapai 80%.

d. PGD (Preimplantation Genetic Diagnosis)
PGD adalah salah satu metode yang menjamin akurasi pemilihan jenis kelamin 100%. Karena embrio dites jenis kelaminnya sebelum diimplantasi ke uterus.Pada skrining genetik preimplantasi, sebuah blastomer diaspirasi kemudian dibuat sejumlah kopian kromosom untuk dinilai. Embrio yang abnormal dihilangkan dan embrio dengan konstitusi genetik normal diimplantasikan.

e. PGH (Preimplantation Genetic Haplotyping)
Cara kerja PGH sama dengan PGD keculai bahwa teknik tes genetik yang digunakan lebih canggih. Pertama kali diumumkan keberhasilannya pada tahun 2006.


Mungkin itu adalah sekelumit dari perkembangan teknologi kedokteran masa kini. Menurut saya sebenernya yang terpenting bagi orang tua adalah bukanlah memilih jenis kelamin anak, tetapi sebagai calon orang tua, hendaknya yang paling penting mempersiapkan diri kita agar buah hati kita bisa mendapatkan asuhan dan kasih sayang dari kita agar bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.


diambil dari ..:. Hemisfer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar