01 Agustus 2012

Pendarahan Pada Kehamilan Trimester Pertama

Pendarahan adalah salah satu peristiwa menakutkan selama kehamilan. Perdarahan ini dapat bervariasi dari jumlah yang sangat kecil (bintik-bintik), sampai pendarahan berat dengan gumpalan dan kram perut.

Pendarahan pada awal kehamilan tidak selalu normal, tetapi sering terjadi hampir pada 30% kehamilan. Dan setengah dari wanita yang mengalami pendarahan pada awal kehamilan masih dapat melanjutkan kehamilannya dan melahirkan bayi yang sehat.

Perdarahan pada bintik sangat sedikit atau pada awal kehamilan bisa menjadi hal yang normal yang disebut sebagai pendarahan karena implantasi embrio pada dinding rahim yang menyebabkan dinding rahim melepaskan sejumlah kecil darah biasanya terjadi sekitar 7-9 minggu kehamilan dan hanya terjadi satu atau dua hari.

Banyak wanita juga mendapatkan bintik / spot perdarahan setelah hubungan seksual, atau mengangkat beban berat, atau karena aktivitas yang berlebihan hal ini karena servik mengandung lebih banyak pembuluh darah dan pelebaran pembuluh darah selama kehamilan. Untuk batas ini aktivitas Anda sampai bercak pendarahan hilang.

Tetapi perdarahan atau bercak perdarahan selama trimester pertama kehamilan, juga dapat menjadi tanda ancaman keguguran. Ada dua istilah medis yang harus dipertimbangkan ketika terjadi perdarahan pada trimester pertama kehamilan Kehamilan ektopik Keguguran atau. Anda mungkin mengalami keguguran jika perdarahan menjadi hebat (lebih dari 1 gelas), biasanya sering disertai dengan kram perut. Kadang-kadang juga disertai pelepasan bekuan darah atau jaringan janin. Sedangkan gejala untuk kehamilan ektopik adalah pendarahan vagina disertai rasa sakit perut bagian bawah pada satu sisi.

Meskipun bercak pendarahan (spotting) pada trimester pertama kehamilan adalah sesuatu yang tidak terlalu aneh (sering terjadi pada 30% kehamilan), tetapi Anda harus memberitahukan dokter anda tentang hal ini sehingga dokter dapat memonitor dan mengantisipasi komplikasi kehamilan lainnya.

Dan hubungi dokter anda SEGERA jika terjadi pendarahan banyak, kram yang hebat, sakit perut bagian bawah atau demam persisten / panas tubuh. Semua ini bisa menjadi tanda ancaman keguguran atau komplikasi lain seperti kehamilan ektopik.

Biasanya dokter akan melakukan Doppler untuk mendengarkan detak jantung janin dan / atau USG. Untuk mengkonfirmasi diagnosis.

Jika Anda masih khawatir dan bingung dengan pendarahan yang anda alami ini, apa perasaan dan mengungkapkan pikiran anda kepada dokter anda.

Karena kehamilan, persalinan dan mendapatkan seorang bayi adalah salah satu peristiwa indah dan luar biasa dalam hidup Anda, sehingga komunikasi yang baik dengan dokter Binalah Anda, sehingga Anda memiliki kehamilan dan persalinan yang sehat dan menyenangkan.

Diambil dari ...:. InfoBalita

Wanita Yang Sering Konsumsi Ikan Saat Hamil Berpotensi Melahirkan Anak Cerdas

Wanita yang mengonsumsi ikan semasa hamil berpotensi lebih tinggi melahirkan anak cerdas. Tapi ingat, perhatikan porsinya dan pilih ikan yang rendah merkuri. Makanan merupakan salah satu aspek esensial menuju kehamilan yang sehat. Pasalnya, makanan yang dikonsumsi sebelum dan selama hamil akan berperan mempersiapkan tubuh dalam menunjang pertumbuhan janin. Makanan yang baik merupakan awal bagi pertumbuhan janin yang sehat.

Janin ataupun bayi yang sehat tak hanya diindikasikan dari peningkatan berat dan kelengkapan organ fisiknya. Tak kalah penting adalah aspek kecerdasan mental dan otaknya. Salah satu nutrisi yang dianggap sebagai makanan sehat bagi otak adalah asam lemak omega 3 yang banyak terkandung dalam ikan. Itulah sebabnya, ibu hamil (bumil) disarankan memasukkan ikan dalam daftar menu makanannya untuk mengoptimalkan potensi otak janin dalam kandungannya. Di sisi lain, ikan tak sepenuhnya aman karena bisa jadi di dalam tubuhnya terkandung zat beracun seperti merkuri yang dapat membahayakan tubuh jika dikonsumsi dalam jumlah berlebih. Itulah sebabnya, para ahli kesehatan masih memperdebatkan, sampai seberapa level aman konsumsi ikan bagi bumil, tanpa menyebabkan janinnya “keracunan” merkuri.

Badan Administrasi Pangan dan Obat-obatan Amerika (US Food and Drug Administration /FDA) menyarankan bumil mengonsumsi tidak lebih dari 12 ons ikan per minggu. Akan tetapi, sebuah koalisi ilmuwan gizi medik bersikeras bahwa jumlah tersebut masih terlalu sedikit. Data terbaru menunjukkan bahwa wanita masih belum mengonsumsi ikan dalam jumlah cukup, dan ini sangat mengkhawatirkan, sederhana saja, tak ada jalan lain untuk mendapatkan asupan omega 3 yang baik bagi perkembangan otak sebaik yang Anda dapatkan dari ikan.

Ikan memang mengandung asam lemak omega 3, sejenis lemak menguntungkan yang penting bagi perkembangan saraf otak. Asupan ikan yang kurang dari rekomendasi pemerintah faktanya dapat menyebabkan perkembangan mental anak “terganggu”. Itulah hasil kajian sejumlah peneliti di Amerika dan Inggris yang diterbitkan dalam jurnal The Lancet pada 2007 silam. Sebagai tambahan, penelitian ini juga menyimpulkan bahwa anak-anak yang terlahir dari ibu yang mengonsumsi sekurangnya tiga porsi ikan per minggu semasa hamil, memiliki hasil tes fungsi mental yang lebih bagus dibandingkan rekan sebayanya.

Dr Emily Oken, seorang asisten profesor dari Department of Ambulatory Care and Prevention di Harvard Medical School dan Harvard Pilgrim Health Care di Boston, Amerika, juga melakukan penelitian yang menilai manfaat gizi versus risiko terkontaminasi “racun” dari konsumsi ikan selama kehamilan. Untuk keperluan tersebut, Oken dan timnya mewawancarai 341 wanita perihal konsumsi ikan selama trimester kedua kehamilan, juga mengetes kadar merkuri dalam darah mereka.

Saat anak yang terlahir sudah berusia 3 tahun, peneliti melakukan tes keterampilan motorik dan intelektual terhadap anak-anak ini. Hasilnya, skor tes lebih tinggi didapati pada anak-anak yang ibunya makan lebih dari dua porsi ikan per minggu dan memiliki kadar merkuri rendah. “Artinya, manfaat optimal didapat wanita yang mengonsumsi ikan rendah merkuri,” kata Oken seraya menambahkan bahwa skor tinggi tetap didapat pada bumil yang mengonsumsi tuna kalengan lebih dari dua porsi seminggu.

Penelitian lainnya yang berkala lebih besar berupaya mengumpulkan data lebih dari 25.000 anak yang terlahir dari ibu berkebangsaan Denmark. Diketahui bahwa anak-anak yang ibunya mengonsumsi lebih banyak ikan semasa hamil memiliki keterampilan motorik dan kognitif lebih baik dibanding anak-anak yang ibunya makan ikan dalam jumlah sedikit.

“Dibanding wanita yang makan ikan paling sedikit, wanita yang makan ikan terbanyak (sekitar 14 ons per minggu) memiliki anak dengan perkembangan 30 persen lebih bagus. Manfaat ini sama dengan anak yang usianya sebulan lebih tua atau anak yang disusui ASI eksklusif selama setahun,” katanya. The National Healthy Mothers, Healthy Babies Coalition bekerja sama dengan the Maternal Nutrition Group, sebuah komunitas independen para dokter, peneliti dan ahli gizi, pada 2007 menyarankan para wanita hamil mengonsumsi ikan sebagai bagian dari diet sehatnya. Namun, banyak wanita yang menginterpretasikan panduan yang diberikan FDA sebagai larangan atau batasan konsumsi ikan.

Pada 2004, FDA menyarankan bumil, termasuk ibu yang baru melahirkan dan balita, untuk menghindari jenis ikan tertentu yang disinyalir berkadar merkuri tinggi, yang kemungkinan dapat “meracuni” perkembangan sistem saraf bayi dan anak. Jenisnya meliputi hiu, todak (swordfish), king mackarel, dan tilefish.

FDA menyarankan untuk memilih jenis ikan rendah merkuri dan mengonsumsi tidak lebih dari 12 ons, yakni cukup dua porsi ikan atau seafood per minggu. Namun, banyak orang Amerika, termasuk bumil, tidak mencukupi asupan yang direkomendasikan tersebut. “Pesan kami, mengurangi konsumsi ikan bukanlah hal yang bagus karena ikan itu penting untuk perkembangan otak bayi!” sebut Meehan.

Selain ikan, santapan lainnya yang harus ada dalam daftar menu bumil adalah buah dan sayur. Selain tinggi vitamin dan mineral, dua kategori pangan tersebut juga kaya serat dan asam folat. Karena itu, bumil diharapkan mengonsumsi sayur dan buah setidaknya lima porsi per hari.

Diambil dari ...:. InfoBalita

Obesitas Saat Hamil Hambat Suplai Oksigen ke Janin dan Bisa Fatal

Wanita hamil yang kegemukan dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi janin dalam kandungannya. Risiko tersebut mungkin sama beratnya dengan efek dari merokok atau minum minuman beralkohol ketika hamil.

Ibu hamil yang menderita kegemukan akan menghadapi bahaya keguguran, bayi lahir mati dan bayi prematur, dan cenderung melahirkan anak yang menderita diabetes dan penyakit jantung. Bahkan sebuah penelitian menemukan wanita obesitas memiliki kemungkinan memiliki anak autis hampir 70 persen.

Alasan mengenai hal ini belum jelas, tetapi penelitian di Kanada tersebut menyimpulkan bahwa obesitas merongrong perkembangan pembuluh darah di plasenta, yang pada gilirannya membatasi oksigen pada janin.

"Bayi-bayi di dalam rahim telah diprogram untuk merespon hal-hal yang terjadi pada ibunya sehingga dapat tumbuh menjadi penderita obesitas, hipertensi, diabetes dan masalah pada jantung kelak di kemudian hari," kata Dr. Andree Gruslin, seorang dokter spesialis janin dari University of Ottawa seperti dilansir dari canada, Kamis (10/5/2012).

Tim di belakang penelitian tersebut memperingatkan bahwa studi ini menggunakan subyek hewan, yang belum menjamin akan terjadi juga pada manusia.

Tetapi penelitian lain terhadap manusia juga menunjukkan bahwa dari 300.000 kelahiran di Kanada setiap tahunnya, sekitar 23 persen wanita hamil yang obesitas mengalami sejumlah komplikasi pada proses kelahiran.

"Angka tersebut sudah termasuk risiko keguguran, kelahiran mati serta bayi lahir prematur, terlalu kecil atau terlalu besar. Anak-anak juga lebih cenderung berisiko menderita penyakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2 di kemudian hari. Hal tersebut mungkin disebabkan kurangnya suplai oksigen ke janin selama dalam kandungan," kata Sandeep Raha, seorang ahli biokimia di McMaster University di Hamilton, Ontario yang merupakan salah seorang dari tim penelitian tersebut.

Diambil dari ...:. DETIK.com

Ibu Obesitas Berpotensi Lahirkan Bayi Autis

Penelitian dalam jurnal Pediatric di Amerika Serikat menyebutkan ibu yang mengalami obesitas atau menderita diabetes selama masa kehamilan berpotensi memiliki bayi yang menderita autisme atau keterlambatan perkembangan.

“Dalam beberapa tahun terakhir, lebih dari sepertiga perempuan Amerika yang melahirkan mengalami obesitas dan hampir sepersepuluh dari perempuan melahirkan mengalami diabetes gestasional atau diabetes tipe II,” kata pimpinan tim peneliti, Paula Krakowiak, dari University of California, di jurnal Pediatric.

Menurut penelitian ini, perempuan hamil yang mengalami obesitas, diabetes gestasional, atau diabetes tipe II (bukan karena keturunan), dan hipertensi memiliki kemungkinan 1,61 kali lebih besar untuk memiliki anak autis. Selain itu, ibu hamil dengan kondisi serupa memiliki kemungkinan 2,35 kali lebih besar untuk mempunyai anak dengan masalah perkembangan lainnya.

Penelitian di California, Amerika Serikat, ini melibatkan 1.004 pasang ibu dan anak dari berbagai latar belakang. Sebanyak 517 pasang ibu dan anak memiliki latar belakang anak dengan autisme, 172 pasang memiliki latar belakang anak dengan masalah perkembangan lainnya, dan 315 pasang dianggap normal.

Masih menurut penelitian yang sama, ibu hamil yang mengalami obesitas atau diabetes lebih berpotensi melahirkan anak cacat, antara lain anak dengan defisit kecacatan yang lebih besar dalam berbahasa atau berkomunikasi. “Berat badan ibu sangat mungkin berhubungan dengan masalah perkembangan saraf pada janin. Masalah ini patut menjadi perhatian karena dapat berdampak serius terhadap kesehatan masyarakat," kata Krakowiak.

Para peneliti menyatakan terganggunya perkembangan saraf pada anak merupakan manifestasi berbagai kejadian yang dialami sejak masih berada dalam kandungan. Ibu diabetesi membutuhkan lebih banyak insulin tingkat tinggi. Selain itu, ia membutuhkan lebih banyak oksigen. Akibatnya, janin mengalami kekurangan oksigen.

Beberapa dokter anak di Tanah Air belum sepenuhnya sepakat dengan hasil penelitian itu. Ahli pediatri dan neurologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr Hardiono Pusponegoro, membenarkan adanya publikasi yang mengaitkan ibu hamil dengan obesitas dan diabetes sebagai penyebab autisme. "Namun temuan itu masih harus dikaji kembali," katanya.

Diambil dari ...:. TEMPO.CO